Bagaimanakah karakteristik muslimah ideal itu?
Jawaban dari pertanyaan ini dapat kita temukan
diantaranya dari lembaran sejarah generasi unggul, para muslimah alumnus
madrasah kenabian, yakni Asma binti Abu Bakar, Fatimah binti Khattab, Sumayyah,
Asma binti Umais, Shafiyah binti Abdul Muthalib, Asy-Syifa binti Abdullah, dan
Asma binti Yazid.
Madrasah kenabian telah melahirkan generasi
yang unggul dalam hal akhlak, prestasi, dan kemulian. Mereka adalah
manusia-manusia teladan sepanjang zaman, dengan karakternya yang unik. Baik
dari kalangan lelaki, maupun perempuan. Mereka laksana bintang-bintang di
angkasa, mengukir dunia dengan keimanan, ketangguhan, sepak terjang, semangat,
ilmu, dan pengabdiannya pada kebenaran Islam.
Tentang mereka, Allah SWT berfirman: Kamu
adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang
ma’ruf, mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. (QS. Ali
Imran, 3: 110).
Orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan,
sebahagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebahagian yang lain. mereka
menyuruh (mengerjakan) yang ma’ruf, mencegah dari yang munkar, mendirikan
shalat, menunaikan zakat dan mereka taat pada Allah dan Rasul-Nya. Mereka itu
akan diberi rahmat oleh Allah; sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha
Bijaksana. (QS.
At-Taubah, 9: 71).
Diantara sifat dan keteladanan yang ditunjukkan
para muslimah di masa Nabi adalah:
Kesabaran mereka dalam mendukung dakwah
Anda tentu mengetahui Asma binti Abu Bakar[1]
yang dijuluki Nabi sebagai dzaatun nithoqoin (sang pemilik dua
ikat pinggang), karena ia telah membelah ikat pinggangnya menjadi dua bagian
untuk membawa dan menyembunyikan makanan dan minuman yang akan diantarkannya
kepada Rasulullah SAW bersama Abu Bakar ke gua Tsur pada hari hijrah.
Asma pernah merasakan penyiksaan dari musuh
Allah, Abu jahl, yang datang kepadanya untuk menanyakan tempat persembunyian
ayahnya. Namun Asma memilih tutup mulut, sehingga hal ini membuat Abu Jahl
marah, lalu menempelengnya dengan keras hingga anting-anting Asma terlempar
dari telinganya.
Selain itu, sejarah mencatat wanita mulia
lainnya, Ummu Hakim[2]. Ia rela menempuh perjalanan panjang dengan sedikit
bekal, bermaksud menyusul suaminya Ikrimah bin Abu Jahl yang melarikan diri
selepas futuh Makkah. Atas kehendak Allah, ia dapat bertemu suaminya yang saat
itu sudah sampai di pantai dan bersiap-siap naik kapal. Ummu Hakim mengajak
suaminya agar berislam, ia jelaskan kesempurnaan Islam dan keluhuran budi
Rasulullah SAW, sehingga tumbuhlah benih-benih kebaikan dalam jiwa Ikrimah.
Anda tahu kisah Ummu Syarik[3]? Sejak iman
telah merasuk ke dalam hatinya dan menyadari kewajiban agamanya yang lurus, dia
pun mengisi hidupnya untuk menyebarkan dakwah tauhid. Dia memulai dakwahnya
dengan mendatangi para wanita Quraisy secara sembunyi-sembunyi. Setelah
melakukan dakwah secara bergerilya beberapa lama, penduduk Makkah kemudian
menangkapnya dan menyerahkan kepada keluarganya. Ummu Syarik kemudian disiksa
oleh keluarganya dengan cara dijemur di bawah terik matahari selama tiga hari
dan dipaksa meninggalkan Islam. Dalam kondisi payah, dimana pikiran,
pendengaran dan penglihatannya seolah-olah telah hilang, ia hanya bisa
menjawabnya dengan isyarat jari ke langit sebagai ungkapan tauhid. Dalam
kondisi seperti itu Allah menurunkan karamahnya, tiba-tiba Ummu Syarik melihat
ada satu timba yang turun dari langit berisi air sejuk menggelantung di
hadapannya hingga ia bisa minum sampai puas dan menyiramkan air itu ke atas
kepala, wajah, dan pakaiannya.
Kesabaran menghadapi kesulitan hidup
Sifat dan keteladanan dalam menghadapi
kesulitan hidup ditunjukkan Asma binti Abu Bakar yang sabar hidup serba
kekurangan bersama suaminya Abdullah bin Zubair. Ia rela membantu pekerjaan
suaminya merawat kuda dan memasak. Ia biasa mengangkut kurma di atas kepalanya
dari kebun yang jaraknya sejauh 2/3 farsakh dari rumahnya (1 farsakh kurang
lebih 8 km).
Memiliki Keterampilan
Wanita-wanita alumnus madrasah kenabian,
bukanlah wanita-wanita pasif. Mereka memiliki bidang keahlian atau keterampilan
hidup yang sesuai dengan zamannya. Ummu Kultsum[4] memiliki keterampilan
kebidanan. Shafiyah binti Abdul Muthalib[5] dikenal sebagai wanita yang pandai
bersyair. Ia pun sering terlibat dalam peperangan untuk mengobati pasukan yang
terluka bersama muslimah lainnya seperti Asma binti Yazid, Ummu Sulaim, Ummu
Haram, dll. Asy-Syifa binti Abdullah adalah wanita yang pandai menulis dan
mampu mengajarkannya pada para muslimah-muslimah lainnya.
Aktif terlibat dalam jihad fi sabilillah
Pada masa Nabi, bukan hanya kaum pria saja yang
terjun ke medan jihad. Para wanita pun turut andil di dalamnya sesuai dengan
kemampuannya. Shafiyah binti Abdul Muthalib turut serta dalam perang Uhud,
Khandaq, dan Khaibar sebagai pengobar semangat dan merawat yang terluka. Bahkan
dalam Perang khandaq ia berhasil membunuh seorang Yahudi yang mengintai dan
mengancam keselamatan para wanita di Madinah. Hal ini dilakukannya setelah
Hasan bin Tsabit merasa enggan melakukannya.
Masih ada lagi sederet daftar nama para wanita
muslimah yang terlibat dalam jihad fi sabilillah: Asma binti Yazid terjun di
perang Yarmuk dan berhasil membunuh 9 orang tentara Romawi. Ummu Haram binti Milhan[6]
turut dalam perang Cyprus dan gugur dalam perjalanan pulang. Ummu Hakim binti
Al-Harits terlibat dalam pertempuran di Marjus Shafar dan berhasil membunuh 7
orang tentara Romawi sebelum mati syahid. Ummu Umarah (Nasibah binti Ka’b)
turut dalam perang Uhud dan mendapatkan 13 luka. Sedangkan dalam peperangan
penumpasan Musailamah Al-Kadzab dan pengikutnya ia mendapatkan 12 luka.
Berilmu
Aktivitas belajar mengajar adalah aktivitas
yang juga digemari para shahabiyah. Sehingga mereka menjadi orang-orang yang
berilmu.
1.
Pada masa-masa awal Islam, Fathimah binti
Khatab bersama suaminya Sa’id bin Zaid belajar Al-Qur’an kepada Khabbab bin
‘Arat.
2.
Asma binti Yazid adalah shahabiyah yang dikenal
rajin menyimak hadits-hadits Nabi dan paling berani bertanya tentang
masalah-masalah agama. Ia juga sering dijadikan jubir kaum wanita untuk
bertanya pada Nabi. Diantara perkara yang pernah ditanyakannya pada Nabi adalah
masalah jihad bagi kaum wanita.
3.
Ummu Waraqah[7] adalah penghafal quran yang
baik bacaannya. Karena itu ia diangkat Nabi menjadi imam bagi kaum wanita.
4.
Asy-Syifa binti Abdullah selain pandai menulis
ia pun banyak belajar hadits dan sering diminta pendapat oleh Khalifah Umar bin
Khattab dalam berbagai persoalan. Bahkan pada masa kekhalifahan Umar, Asy-Syifa
binti Abdullah diangkat menjadi pengawas pasar Madinah.
5.
Rubayyi binti Muawwidz[8] adalah adalah salah
seorang muslimah yang menjadi rujukan para sahabat senior dalam masalah
hadits-hadits Nabi.
Berani menuntut keadilan
Sikap dan keteladanan dalam hal ini ditunjukkan
Khuwailah binti Tsa’labah yang terkenal dengan kasus dzihar yang menyebabkan
turunnya awal surat Al-Mujadilah.
Menjadi partner suami yang baik dalam rumah
tangga
Sebelumnya sudah disebutkan, bahwa Asma binti
Abu bakar biasa turut membantu pekerjaan rumah tangga: memberi makan kuda,
menumbuk kurma, mengambil air, memasak roti, dan mengangkut kurma. Semuanya itu
dilakukannnya dengan sabar atas dasar keimanan dan ketaatan pada Allah SWT.
Ummu Sulaim[9] mampu menjadi penyeimbang
suaminya, Abu Thalhah, dalam menghadapi musibah. Kisahnya yang terkenal adalah
ketika anak mereka yang masih balita, Abu Umair, meninggal dunia karena sakit.
Ummu Sulaim menghadapi kematian anaknya dengan sabar dan ridha. Ia kemudian
meminta kepada keluarganya untuk tidak memberitahukan terlebih dahulu berita
kematian Abu Umair kepada Abu Thalhah yang sangat menyayanginya.
Saat Abu Thalhah pulang dan bertanya keadaan
Abu Umair, Ummu Sulaim menjawab: “Dia lebih tenang daripada
sebelumnya.”. Abu Thalhah merasa gembira karena mengira anaknya sudah
sembuh. Ummu Sulaim kemudian menghidangkan makan malam yang lezat, setelah itu
ia bersolek melebihi biasanya dengan memakai pakaian, perhiasan, dan
wangi-wangian yang terbaik hingga Abu Thalhah tertarik dan mengajaknya
berjima’.
Ummu Sulaim melakukan itu karena tidak ingin
melihat suaminya bersedih. Dia ingin agar suaminya tidur nyenyak. Barulah di
akhir malam ia bertanya pada suaminya: “Wahai Abu Thalhah, bagaimana
pendapatmu bila suatu kaum meminjami sesuatu kepada suatu keluarga, lalu kaum
itu meminta kembali pinjamannya. Bolehkah keluarga tadi menahannya?”
Abu Thalhah menjawab: “Tentu saja tidak
boleh.”.
Ummu Sulaim bertanya lagi: “Apa
pendapatmu jika keluarga itu sangat keberatan untuk dimintai mengembalikan
pinjaman tersebut setelah mereka keenakan memanfaatkannya.”
Abu Thalhah kemudian berkata: “Tidak,
menahan separonya pun tentu tidak boleh.”
Ummu Sulaim berkata: “Sesungguhnya
anakmu adalah titipan Allah dan kini Allah telah mengambilnya, maka relakanlah
anakmu.”
Dalam hal ini, Ummu Sulaim telah mengajarkan
kepada setiap pasangan hidup, bahwa sebagai suami istri hendaknya mereka saling
menopang dan menguatkan dalam menghadapi suka duka kehidupan.
Jangan lupa, menjadi partner yang baik itu
bukan hanya dalam hal pekerjaan rumah tangga atau dalam hal menghadapi
peristiwa-peristiwa penting dalam kehidupan keluarga. Dalam perkara ‘sepele’
sekali pun, misalnya dalam perkara jima’ (hubungan intim), kita harus berusaha
memposisikan diri menjadi partner yang baik. Hal ini dicontohkan Asma binti
Umais yang pandai menyenangkan suami dalam hal menikmati kehidupan seksual,
sehingga suaminya, Ali bin Abu Thalib, pernah berkata: “Kalian keliru
jika beranggapan bahwa tidak ada perempuan yang syahwatnya bergelora. Tidak ada
perempuan yang mempunyai sifat demikian, selain Asma binti Umais.”
Semoga kita dapat meneladani wanita-wanita
mulia ini.
Maraji: Nisaau haula rasul karya
Mahmud Mahdi Istanbuli dan Musthafa Abu Nashr Asy-Syilbi
Catatan Kaki:
[1]Ia dalah putri Abu bakar, kakak dari Aisyah.
Ibunda Abdullah bin Zubair ini adalah orang ke 18 yang masuk Islam.
[2]Ia istri Ikrimah bin Abu Jahl. Masuk Islam
setelah futuh Makkah. Setelah suaminya syahid dalam perang Yarmuk ia dinikahi
Khalid bin Sa’id.
[3]Namanya Ghaziyah binti Jabir bin Hakim, ia
adalah istri Abul Akar Ad-Dausi.
[4]Ia anak Ali bin Abu Thalib. Ia dinikahi Umar
dan melahirkan 2 anak: Zaid dan Ruqayyah.
[5]Ia adalah bibi Rasulullah.
[6]Ia adalah adik Ummu Sulaim. Ia dinikahi
Ubadah bin Shamit. Ia adalah bibi Rasulullah SAW.
[7]Digelari Rasulullah SAW sebagai Syahidah.
[8]Ia termasuk assabiqunal awwalun. Ia ikut
baiatu ridwan.
[9]Namanya Rumaisha. Suami pertamanya bernama
Malik. Berikutnya ia dinikahi Abu Thalhah dengan syarat masuk Islam. Ada 2 ayat
Al-Qur’an yang berkenaan dengan keluarga Ummu Sulaim (3: 92 dan 59: 9).
Komentar
Posting Komentar