KEMERDEKAAN
INDONESIA: BERAWAL DARI PALESTINA DAN MESIR
Rabu, 17 Agustus 2011. Genap sudah 66 tahun
usia Negara Kesatuan Republik Indonesia. Meskipun di usianya yang lebih dari
setengah abad ini pemerintah Indonesia belum benar-benar berhasil melindungi
segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, belum benar-benar
berhasil memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut
melaksanakan ketertiban dunia, tetap saja nikmat kemerdekaan ini harus kita
syukuri.
Salah satu bentuk rasa syukur adalah dengan
‘jasmerah’—jangan sekali-kali melupakan sejarah! Karena sejarah dapat menjadi
bahan pelajaran dan pertimbangan bagi pilihan sikap dan tindakan di masa kini
atau di masa mendatang.
Berkaitan dengan sejarah kemerdekaan
Indonesia, ada hal yang jarang sekali diungkap, yakni tentang negara mana saja
yang pertama kali membantu dan memberikan pengakuan atas kemerdekaan Indonesia.
Patut dicatat bahwa dukungan dan pengakuan kedaulatan Indonesia pertama kali
adalah datang dari negara-negara muslim di Timur Tengah. Bukan dari
negara-negara Barat.
Berawal dari
Palestina
Gong dukungan untuk kemerdekaan Indonesia ini
dimulai dari Palestina. M. Zein Hassan, Lc (Ketua Panitia Pusat Perkumpulan
Kemerdekaan Indonesia) dalam bukunya “Diplomasi Revolusi Indonesia di Luar
Negeri” (hal. 40) menyatakan tentang peran serta, opini dan dukungan nyata
Palestina terhadap kemerdekaan Indonesia, di saat negara-negara lain belum
berani untuk memutuskan sikap.
Dukungan Palestina ini diwakili oleh Syekh
Muhammad Amin Al-Husaini—mufti besar Palestina. Pada 6 September 1944, Radio
Berlin berbahasa Arab menyiarkan ‘ucapan selamat’ beliau ke seluruh dunia
Islam, bertepatan ‘pengakuan Jepang’ atas kemerdekaan Indonesia.
Bahkan dukungan ini telah dimulai setahun
sebelum Sukarno-Hatta benar-benar memproklamirkan kemerdekaan RI. Seorang yang
sangat bersimpati terhadap perjuangan Indonesia, Muhammad Ali Taher
(seorang saudagar kaya Palestina) spontan menyerahkan seluruh uangnya di
Bank Arabia tanpa meminta tanda bukti dan berkata: “Terimalah semua kekayaan
saya ini untuk memenangkan perjuangan Indonesia”. Setelah itu dukungan
mengalir.
Dukungan Mesir
Di Mesir, sejak diketahui sebuah negeri Muslim
bernama Indonesia memplokamirkan kemerdekaannya, Al-Ikhwan Al-Muslimun (IM),
organisasi Islam yang dipimpin Syaikh Hasan Al-Banna, tanpa kenal lelah terus
menerus memperlihatkan dukungannya. Selain menggalang opini umum lewat
pemberitaan media yang memberikan kesempatan luas kepada para mahasiswa
Indonesia untuk menulis tentang kemerdekaan Indonesia di koran-koran lokal
miliknya, berbagai acara tabligh akbar dan demonstrasi pun digelar.
Para pemuda dan pelajar Mesir, juga kepanduan
Ikhwan, dengan caranya sendiri berkali-kali mendemo Kedutaan Belanda di Kairo.
Tidak hanya dengan slogan dan spanduk, aksi pembakaran, pelemparan batu, dan
teriakan-teriakan permusuhan terhadap Belanda kerap mereka lakukan. Kondisi ini
membuat Kedutaan Belanda di Kairo ketakutan. Mereka dengan tergesa mencopot
lambang negaranya dari dinding Kedutaan. Mereka juga menurunkan bendera
merah-putih-biru yang biasa berkibar di puncak gedung, agar tidak mudah
dikenali pada demonstran.
Kuatnya dukungan rakyat Mesir atas kemerdekaan
RI membuat pemerintah Mesir mengakui kedaulatan pemerintah RI atas Indonesia
pada 22 Maret 1946. Dengan begitu Mesir tercatat sebagai negara pertama yang
mengakui proklamasi kemerdekaan Indonesia. Setelah itu menyusul Syria, Iraq,
Lebanon, Yaman, Saudi Arabia dan Afghanistan. Selain negara-negara
tersebut, Liga Arab juga berperan penting dalam Pengakuan RI.
Secara resmi keputusan sidang Dewan Liga Arab tanggal 18 November 1946
menganjurkan kepada semua negara anggota Liga Arab supaya mengakui Indonesia
sebagai negara merdeka yang berdaulat. Alasan Liga Arab memberikan dukungan
kepada Indonesia merdeka didasarkan pada ikatan keagamaan, persaudaraan serta
kekeluargaan.
Dukungan dari Liga Arab dijawab oleh Presiden
Soekarno dengan menyatakan bahwa antara negara-negara Arab dan Indonesia sudah
lama terjalin hubungan yang kekal “Karena di antara kita timbal balik terdapat
pertalian agama”.
Pengakuan Mesir dan negara-negara Arab tersebut
melewati proses yang cukup panjang dan heroik. Begitu informasi proklamasi
kemerdekaan RI disebarkan ke seluruh dunia, pemerintah Mesir mengirim langsung
konsul Jenderalnya di Bombay yang bernama Mohammad Abdul Mun’im ke Yogyakarta
(waktu itu Ibukota RI) dengan menembus blokade Belanda untuk menyampaikan
dokumen resmi pengakuan Mesir kepada Negara Republik Indonesia. Ini merupakan
pertama kali dalam sejarah perutusan suatu negara datang sendiri menyampaikan
pengakuan negaranya kepada negara lain yang terkepung dengan mempertaruhkan
jiwanya. Ini juga merupakan Utusan resmi luar negeri pertama yang mengunjungi
ibukota RI.
Pengakuan dari Mesir tersebut kemudian
diperkuat dengan ditandatanganinya Perjanjian Persahabatan Indonesia – Mesir di
Kairo. Situasi menjelang penandatanganan perjanjian tersebut duta besar Belanda
di Mesir ‘menyerbu’ masuk ke ruang kerja Perdana Menteri Mesir Nuqrasy Pasha
untuk mengajukan protes sebelum ditandatanganinya perjanjian tersebut.
Menanggapi protes dan ancaman Belanda tersebut PM Mesir memberikan jawaban
sebagai berikut: ”Menyesal kami harus menolak protes Tuan, sebab Mesir selaku
negara berdaulat dan sebagai negara yang berdasarkan Islam tidak bisa tidak
mendukung perjuangan bangsa Indonesia yang beragama Islam. Ini adalah tradisi
bangsa Mesir dan tidak dapat diabaikan”.
Raja Farouk Mesir juga menyampaikan alasan
dukungan Mesir dan Liga Arab kepada Indonesia dengan mengatakan ”Karena
persaudaran Islamlah, terutama, kami membantu dan mendorong Liga Arab untuk
mendukung perjuangan bangsa Indonesia dan mengakui kedaulatan negara itu”
Dengan adanya pengakuan Mesir, Indonesia secara de
jure adalah negara berdaulat. Masalah Indonesia menjadi masalah
Internasional. Belanda sebelumnya selalu mengatakan masalah Indonesia “masalah
dalam negeri Belanda”. Pengakuan Mesir dan Liga Arab mengundang keterlibatan
pihak lain termasuk PBB dalam penyelesaian masalah Indonesia.[1]
Untuk menghaturkan rasa terima kasih,
pemerintah Soekarno mengirim delegasi resmi ke Mesir pada tanggal 7 April 1946.
Ini adalah delegasi pemerintah RI pertama yang ke luar negeri. Mesir adalah
negara pertama yang disinggahi delegasi tersebut.
Tanggal 26 April 1946 delegasi pemerintah RI
kembali tiba di Kairo. Beda dengan kedatangan pertama yang berjalan singkat,
yang kedua ini lebih intens. Di Hotel Heliopolis Palace, Kairo, sejumlah
pejabat tinggi Mesir dan Dunia Arab mendatangi delegasi RI untuk menyampaikan
rasa simpati. Selain pejabat negara, sejumlah pemimpin partai dan organisasi
juga hadir. Termasuk pemimpin Hasan Al-Banna dan sejumlah tokoh IM dengan
diiringi puluhan pengikutnya.
Malam tanggal 6 Mei 1946, delegasi Indonesia
dipimpin oleh H. Agus Salim, Deputi Menlu Indonesia berkunjung ke kantor pusat
dan koran IM. Beliau mengungkapkan rasa terima kasih Indonesia atas dukungan IM
kepada mereka.
Tanggal 10 November 1947, mantan PM Indonesia
dan penasehat Presiden Soekarno, Sutan Syahrir, berkunjung ke kantor pusat dan
koran IM. Kedatangan mereka disambut dengan gembira dan meriah oleh IM.
Sebuah Renungan
Fakta sejarah ini memberikan pelajaran bagi
kita bahwa soliditas umat Islam adalah kekuatan dahsyat yang harus terus
dipelihara. Oleh karena itu upaya-upaya untuk melakukan konsolidasi antara
bangsa-bangsa muslim, menyangkut masalah politik, ekonomi, sosial, pertahanan
keamanan, dan peradaban Islam secara umum harus terus diperjuangkan, sehingga
rahmat Islam dapat menebar di seluruh penjuru bumi dan dirasakan oleh seluruh
umat manusia.
Khusus bagi bangsa Indonesia fakta sejarah ini
mengingatkan bahwa mereka ‘berutang budi’ pada Islam yang telah mengajarkan
prinsip ukhuwah Islamiyah. Berkat semangat persatuan dan persaudaraan Islam
inilah bangsa Indonesia dapat memperoleh dukungan kemerdekaan dari berbagai
negara di dunia.
Oleh karena itu alangkah eloknya jika bangsa
ini dapat meningkatkan penghargaannya pada ajaran Islam. Bahkan bersedia
menegakkan nilai-nilai universalnya dalam masyarakat dan bangsa Indonesia.
Allahu Akbar! Allahu Akbar! Allahu Akbar! Wa
li-Llahil hamd! Merdeka!
Sumber Tulisan
Sumbangan
Al-Ikhwan Al-Muslimun untuk Kemerdekaan Republik Indonesia, Rizki Ridyasmara
Sepak Terjang IM di Indonesia, Abu Ghozzah
[1]Suatu kondisi yang patut kita
kritisi selang beberapa tahun dari kemerdekaan Indonesia, Israel
memproklamasikan kemerdekaannya pada tanggal 14 Mei 1948 pada pukul 18.01.
Sepuluh menit kemudian, pada pukul 18.11, Amerika Serikat langsung mengakuinya.
Pengakuan atas Israel juga dinyatakan segera oleh Inggris, Prancis dan Uni
Soviet. Seharusnya hal yang sama bisa saja dilakukan oleh Amerika Serikat,
Inggris, Prancis dan Uni Soviet untuk mengakui kemerdekaan Indonesia pada saat
itu. Tetapi hal tersebut tidak terjadi, justru negara-negara Muslim lah yang
berkontribusi konkret dalam mengakui dan mempertahankan kemerdekaan Indonesia.
Komentar
Posting Komentar